1. Film Laskar Pelangi (2008)

2. Film Tjoet Nja’ Dhien (1986)

Christine berakting sempurna. Tak cuma Christine saja yang serba bagus
di film ini. Filmnya sendiri, sebagai sebuah kesatuan karya sinema,
nyaris tanpa cacat (diganjar 8 Piala Citra di FFI 1988). Tjoet Nja Dhien tak berisi uraian biografis kehidupan pahlawan dari Tanah Rencong itu. Melainkan juga berisi drama, pengkhianatan, dan kebesaran jiwa. Tak aneh rasanya kalau Tjoet Nja’ Dhien merupakan puncak pencapaian dunia perfilman kita yang belum terlewati hingga kini.
3. Film Naga Bonar (1986)

hadir buat berkelakar. Namun, ia tak berkelakar sembarangan. Yang jadi
bahan kelakar justru pejuang negeri saat perang kemerdekaan
berlangsung. Naga Bonar menyindir pemujaan pada para pahlawan. Film ini
berpesan, tak semua pejuang di masa lampau itu punya niat suci membela
negeri. Ada yang cuma bisa bicara saja. Nah, Jenderal Naga Bonar (diperankan dengan gemilang oleh Deddy Mizwar) pun aslinya pencopet. Tapi dari sosok inilah kemurnian perjuangan lahir. Sebagai karya sinema, Naga Bonar
tampil lengkap, berisi sekaligus menghibur; tergarap dengan baik, tanpa
cacat cela. Pantas rasanya bila film ini memborong 7 Piala Citra di FI
1987.
4. Film Ada Apa dengan Cinta? (2001)

Selepas AAdC? lahir film-film bertema sejenis. Tren itu juga merambah
ke teve. Sejak AAdC?, datang berduyun-duyun sinetron bertema remaja.
Rasanya, sejak Gita Cinta dari SMA (1979) dulu baru ada lagi film Indonesia
yang begitu digandrungi remaja. AAdC? tak kurang ditonton sekitar 2,7
juta orang di bioskop. Rudi Soedjarwo, sang sutradara, begitu lancar
bertutur (Rudi dapat Piala Citra di FFI 2004).
5. Film Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985)

Hasilnya, film ini layak ditasbihkan sebagai situasi komedi terbaik
yang pernah dihasilkan sineas kita. Asrul berhasil membuat kelakar
jenius tentang hubungan pria dan wanita. Dalam film ada hubungan
Ramadhan (Deddy) dan Mona (Lydia) yang berkisar antara cinta dan benci,
cinta dan gengsi, hingga cinta akhirnya mengalahkan segalanya.
6. Film Badai Pasti Berlalu (1977)

yang paling laris ditonton. Tak kurang, saat beredar dulu, film ini
masuk urutan kedua film terlaris 1978 (ditonton 212.551 orang). Padahal
buat Teguh sendiri, ia terpaksa membuat film itu. “… ingin nafas, dan
balas budi dari film-film terdahulu yang kurang laku. Selain saya ingin
memvisualkan sebuah novel ke dalam bahasa visual,” ujarnya seperti
dimuat Pikiran Rakyat pada 1978. Badai Pasti Berlalu memang
diangkat dari novel pop. Hasilnya, ya film pop. Sebelum diangkat jadi
film, kisahnya memang sudah populer duluan saat dimuat bersambung oleh
Kompas dan kemudian dinovelkan. Hingga saat difilmkan, orang tentu
ingin menontonnya. Apalagi yang membuatnya Teguh Karya, sutradara yang piawai membuat film-film bermutu. Selain itu, yang membuat Badai Pasti Berlalu dikenang juga lantaran tata musik berikut lagu temanya yang digubah Eros Djarot. Lagu temanya abadi hingga kini.
7. Film Arisan (2003)

ukuran tahun 2000-an sekarang, Arisan! paling tepat ditunjuk sebagai
film yang menelanjangi kehidupan di zamannya. Tanpa tedeng aling-aling,
Arisan! menampilkan problematika hidup kaum borjuis Jakarta. Ada perselingkuhan, dilema cinta sesama jenis, hingga upaya mempertahankan nilai-nilai keluarga. Semuanya campur-aduk dalam balutan komedi segar. Kepiawaian sang sutradara, Nia DiNata, menggarap realitas ini mengingatkan kita pada kemampuan senada yang dimiliki sutradara besar lain macam Sjuman Djaya atau Asrul Sani.
Nia tak cuma menghibur, ia juga mengajak penonton untuk jujur pada diri
sendiri. Pesannya jelas, kehidupan kaum jetset Jakarta dipenuhi topeng
alias kemunafikan. Arisan! juga jadi darah segar saat perfilman kita
yang bangkit lagi dipenuhi film remaja dan horor. Di luar itu, Arisan! yang jadi film terbaik FFI 2004 ini juga melahirkan bintang baru. Tora Sudiro (pemeran Sakti yang gay) namanya.
8. Film Gie (2005)

Tentu tampang Nico yang ganteng tak mirip Gie asli, akan tetapi ia bisa
berakting (buktinya Nico diganjar FFI 2005 buat aktor terbaik). Sebuah
gagasan yang mengingatkan kita pada mahakarya Usmar Ismail, Lewat Djam Malam (1954).
9. Film Si Doel Anak Betawi (1973)

saat masih kecil. Suka duka kehidupan Doel yang mencari figur ayah
(setelah ditinggal mati ayahnya), melawan kerasnya hidup (ia harus
membantu ibunya berjualan kue buat menyambung hidup), sampai menghadapi
tekanan anak-anak nakal terekam baik.
10. Film Petualangan Sherina (1999)

Comments