Buku Populer di Indonesia

Buku Populer di Indonesia


Di Bawah Lindungan Kaabah
“Ya Rabbi, ya Tuhanku, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, di bawah lindungan Ka`bah, rumah Engkau yang suci dan terpilih ini, saya menadahkan tangan memohon kurnia. Kepada siapa lagi yang saya akan pergi memohon ampun, kalau bukan Engkau ya Tuhanku! Tidak ada suatu tali pun tempat saya bergantung, lain daripada tali Engkau, tidak ada pintu yang akan saya tutup, lain daripada pintu Engkau. Berilah kelapangan jalan buat saya, saya hendak pulang ke hasrat Engkau; saya menuruti orang-orang yang dahulu daripada saya, orang-orang yang bertali hidupnya dengan hidup saya. Ya Rabbi, Engkaulah Yang Maha Kuasa, kepada Engkaulah kami sekalian akan kembali…..”
Setelah itu suaranya tidak kedengaran lagi; di mukanya terbayang suatu cahaya muka yang jernih dan damai, cahaya keredhaan daripada Ilahi. Di bibirnya terbayang suatu senyuman dan….Sampailah waktunya lepaslah ia daripada tanggungan dunia yang amat berat ini, dengan keizinan Tuhannya, di bawah lindungan Ka`bah!
SITTI NURBAYA 
Judul                     :  Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)
Penulis                  :  Marah Rusli
Penerbit                 :  Balai Pustaka
Cetakan                 :  2002
Tebal halaman        :  271 halaman
Tokoh                    : Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk Maringgih, Baginda Sulaiman, Sutan Mahmud, Sitti Maryam, Sitti Alimah, Pak Ali, Arifin, Bakhtiar.
Dua orang anak muda tampak bernaung di bawah pohon sekitar pukul satu siang. Mereka adalah Sitti Nurbaya dan Samsulbahri. Anak laki-laki yang sering dipanggil Sam oleh teman-temannya adalah anak Sutan Mahmud Syah, Penghulu di Padang dan temannya yang dipanggil Nur adalah anak Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang. Mereka berteman sudah sejak lama. Mereka selalu bersama-sama. Hingga suatu hari, Samsulbahri harus berangkat ke Jakarta untuk melanjukan sekolahnya. Sebelum berangkat Samsulbahri menyatakan cintanya pada Sitti Nurbaya. Dan ternyata perasaan itu terbalas. Sungguh berat rasanya bagi mereka karena harus berpisah. Besoknya Samsulbahri dan teman-temannya, Arifin dan Bakhtiar berangkat untuk melanjutkan sekolah ke Sekolah Dokter Jawa dan Sekolah Opseter di Jakarta.
Sudah tiga bulan sejak kepergian Samsulbahri. Nurbaya termenung ketika seorang Pak Pos memberikan surat dari Samsulbahri. Setelah selesai membaca surat, dia tertidur. Kira-kira pukul dua malam dia terbangun karena 3 buah tokonya terbakar. Sutan Mahmud curiga bahwa toko itu sengaja dibakar tapi dia tidak tahu siapa pelakunya karena sepertinya Baginda Sulaiman tidak punya musuh. Belum cukup musibah itu, 5 perahu yang mengangkut kapal miliknya tenggelam. Sehingga ayahnya meminjam uang kepada Datuk Maringgih. Tetapi dalam 3 bulan ia selalu rugi. Pohon kelapanya pun berbusuk dan tidak berbuah lagi. Bila dia tidak bisa melunasinya maka dia akan di penjara dan disita rumahnya. Karena tak tega pada ayahnya, Sitti pun akhirnya menikah dengan Datuk Maringgih.
Saat bulan Ramadhan, Samsu pulang dan menemui Sitti. Mereka berdua pun bercakap-cakap dan tanpa sengaja terbawa perasaan karena lama tak bertemu. Mereka berpelukan dan berciuman dan tanpa sengaja dilihat oleh Datuk Maringgih. Datuk Maringgih marah karena mereka bertemu diam-diam. Terjadilah keributan. Baginda Sulaiman buru-buru keluar dari biliknya dan ketika dia menurubi tangga, jatuhlah ia terguling-guling dan akhirnya meninggal. Sitti marah dan mengusir Datuk Maringgih dari rumahnya. Ayahnya pun dikuburkan di Gunung Padang. Sementara itu ayah Samsu mengusir Samsu dari rumahnya. Ibunya menangis dan akhirnya jatuh sakit. Pada saat itu juga Sitti dan Datuk Maringgih bercerai.
Sitti pun tinggal di rumah sepupunya, Sitti Alimah. Sitti hanya termenung memikirkan kepergian Samsulbahri, Alimah yang melihat Sitti sedang termenung berusaha menghiburnya.  Dan Alimah menyarankan untuk menyusul Samsu ke Jakarta. Sitti menyetujuinya dan akan berangkat Sabtu depan. Sitti merasa lega dan terlelap tidur besama Alimah. Kemudian Sabtu depan Nurbaya dan Pak Ali menaiki kapal dan akan segera berangkat ke Jakarta. Mereka tidak menyadari dua orang laki-laki mengikuti mereka. Mereka adalah Panglima Tiga dan Panglima Lima.. Panglima Tiga kembali ke Padang untuk memberitahukan Datuk Maringgih. Sedangkan Panglima Lima masih mengikuti Sitti Nurbaya. Di kapal tiba-tiba ada badai, Sitti pun duduk di kursi. Tiba-tiba Panglima Lima muncul dan hendak melempar Sitti ke laut. Tapi Sitti duluan minta tolong dan Pak Ali pun segera menolongnya. Mendengar banyak orang yang datang, Sitti Nurbaya pun disuruh beristirahat di kamar sakit. Saat kapal tiba, Samsu segera menuju kamar sakit dan menjenguk Sitti. Tiba-tiba datang schout memeriksa dan menyerahkan surat pada Samsu yang ternyata berasal dari Datuk Maringgih yang isinya menuduh Sitti mengambil barang-barang milik Datuk Maringgih. Ketika tidak ditemukan apa-apa mereka pun keluar dari kapal itu.
Pada suatu ketika, tampak Sitti Nurbaya dan Sitti Alimah sedang becakap-cakap. Ketika mereka sedang bercakap-cakap didengarlah suara tukang jualan kue. Sitti membeli 4 buah lemang. Ketika dia memakannya dia pun tertidur. Setelah diperiksa, ternyata dia sudah tidak bernapas lagi. Ternyata yang menjual kue itu adalah Pendekar Empat, anak buah Datuk Maringgih. Ibu Samsu yang sakit keras di kampung sebelah pun tiba-tiba berpulang. Makam kedua jenazah ini dikuburkan dekat makam Baginda Sulaiman. Samsu yang mendengar kabar ini merasa sedih dan terpukul. Dia pun menembakkan pistol ke kepalanya hingga berlumuran darah.
Sepuluh tahun kemudian tampak dua orang opsir berjalan. Salah satunya adalah Letnan Mas yang gagah berani di medan perang sehingga tanda bintang pun menghiasinya. Suatu hari dia ditugaskan ke Padang untuk memungut uang belasting. Karena masyarakat disana tak setuju dengan peraturan itu, terjadilah kerusuhan. Tampak Datuk Maringgih ikut menyerang. Letnan Mas pun segera menyerangnya. Setelah diamati, ternyata Letnan Mas adalah Samsulbahri. Betapa terkejutnya dia, tetapi peperangan tetap berlangsung. Hingga pistol Samsu mengenai Datuk Maringgih dan parang Datuk Maringgih mengenai Samsu. Terkaparlah mereka berdua. Letnan Mas segera dibawa ke dokter. Disana dia meminta untuk bertemu dengan Sutan Mahmud. Setelah itu, dia pun meninggal. Beberapa tahun kemudian Sutan Mahmud pun meninggal. Di Gunung Padang tampak 5 buah nisan berjejer. Dimana itu adalah makam dari Baginda Sulaiman, Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Sitti Maryam, dan Sutan Mahmud.

AYAT AYAT CINTA 


44Ayat Ayat Cinta – Novel Pembangun Jiwa , Karya Habiburrahman Saerozi
Alumnus Universitas Al Azhar, Cairo
Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk ke dalam sukma.
Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan
segalanya dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya
kesucian dan kerelaan Tuhan selama-lamanya.”
Sambil terisak Aisha melantunkan ayat:
Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah
irji’ii ilaa Rabbiki
raadhiyatan mardhiyyah
Fadkhulii fii ‘ibaadii
wadkhulii jannatii
(Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kamu kepada Tuhanmu
dengan hati puas lagi diridhai
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu
Maka masuklah ke dalam surga-Ku.)
Ayat-ayat Cinta: Makna Cinta Dalam Islam
Oleh: Yunita Ramadhana
Ayat-ayat cinta adalah sebuah novel 411 halaman yang ditulis oleh seorang novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama Habiburrahman El-Shirazy. Ia adalah seorang sarjana lulusan Mesir dan sekarang sudah kembali ke tanah air. Sepintas lalu, novel ini seperti novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel ini merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga novel cinta yang banyak disukai anak muda. Dengan kata lain, novel ini merupakan sarana yang tepat sebagai media penyaluran dakwah kepada siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam, khususnya buat para kawula muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa.
Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar belakang dan budaya; yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga sedang studi di Mesir. Kisah percintaan ini berawal ketika mereka secara tak sengaja bertemu dalam sebuah perdebatan sengit dalam sebuah metro (sejenis trem).
Mein Neim Ist Aisha
Pada waktu itu, si pemuda yang bernama lengkap Fahri bin Abdullah Shiddiq, sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman Abdul Fattah, seorang Syaikh yang cukup tersohor di seantero Mesir. kepadanya Fahri belajar tentang qiraah Sab’ah (membaca Al-Qur’an dengan riwayat tujuh imam) dan ushul tafsir (ilmu tafsir paling pokok). Hal ini sudah biasa dilakukannya setiap dua kali seminggu, setiap hari Ahad/Minggu dan Rabu. Dia sama sekali tidak pernah melewatkannya walau suhu udara panas menyengat dan badai debu sekalipun. Karena baginya itu merupakan suatu kewajiban karena tidak semua orang bisa belajar pada Syaikh Utsman yang sangat selektif dalam memilih murid dan dia termasuk salah seorang yang beruntung.
Di dalam metro, Fahri tidak mendapatkan tempat untuk duduk, mau tidak mau dia harus berdiri sambil menunggu ada kursi yang kosong. Kemudian ia berkenalan dengan seorang pemuda mesir bernama Ashraf yang juga seorang Muslim. Merteka bewrcerita tentang banyak hal, termasuk tentang kebencian Ashraf kepada Amerika. Tak berapa lama kemudian, ada tiga orang bule yang berkewarganegaraan Amerika (dua perempuan dan satu laki-laki) naik ke dalam metro. Satu diantara dua perempuan itu adalah seorang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah. Biasanya orang Mesir akan memberikan tempat duduknya apabila ada wanita yang tidak mendapatkan tempat duduk, namun kali ini tidak. Mungkin karena kebencian mereka yang teramat sangat kepada Amerika. Sampai pada suatu saat, ketika si nenek hendak duduk menggelosor di lantai, ada seorang perempuan bercadar putih bersih yang sebelumnya dipersilahkan Fahri untuk duduk di bangku kosong yang sebenarnya bisa didudukinya, memberikan kursinya untuk nenek tersebut dan meminta maaf atas pwerlakuan orang-orang Mesir lainnya. Disinilah awal perdebatan itu terjadi. Orang-orang Mesir yang kebetulan mengerti bahasa Inggris merasa tersinggung dengan ucapan si gadis bercadar. Mereka mengeluarkan berbagai umpatan dan makian kepada sang gadis, dan ia pun hanya bisa menangis. Kemudian Fahri berusaha untuk meredakn perdebatan itu dengan menyuruh mereka membaca shalawat Nabi karena biasannya dengan shalawat Nabi, orang Mesir akan luluh kemarahannya dan ternyata berhasil. Lalu ia mencoba menjelaskan pada mereka bahwa yang dilakukan perempuan bercadar itu benar, dan umpatan-umpatan itu tidak layak untuk dilontarkan. Namun apa yang terjadi, orang-orang Mesir itu kembali mrah dan meminta Fahri untuk tidak ikut campur dan jangan sok alim karena juz Amma saja belumtentu ia hafal. Kemudian emosi mereka mereda ketika Ashraf yang juga ikut memaki perempuan bercadar itu, mengatakan bahwa Fahri adalah mahasiswa Al-Azhar dan hafal Al-Qur’an dan juga murid dari Syaikh Utsman yang terkenal itu. Lantas orang-orang Mesir itu meminta maaf pada fahri. Fahri kemudian menjelaskan bahwasanya mereka tidak seharusnya bertindak seperti itu karena ajaran Baginda Nabi tidak seperti itu. Lalu ia pun menjelaskan bagaimana seharusnya bersikap kepada tamu apalagi orang asing sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Mereka pun mengucapkan terima kasih pada fahri karena sudah megingatkan mereka. Sementara itu, si bule perempuan muda, Alicia, sedang mendengarkan penjelasan tentang apa yang terjadi dari si perempuan bercadar dengan bahasa Inggris yang fasih.Kemudian Alicia berterima kasih dan menyerahkan kartu namanya pada Fahri. Tak berapa lama kemudian metro berhenti dan perempuan bercadar itupun bersiap untuk turun. Sebelum turun ia mengucapkan terima kasih pada Fahri karena sudah menolongnya tadi. Akhirnya mereka pun berkenalan. Dan ternyata si gadis itu bukanlah orang Mesir melainkan gadis asal Jerman yang sedang studi di Mesir. Ia bernama Aisha.
Maria, Gadis Koptik yang Aneh
Di Mesir, Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah. Fahri sudah tujuh tahun hidup di Mesir. Mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi tempat tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lantai atas ditempati oleh sebuah keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed, dan dua orang anak mereka – Maria dan Yousef. Walau keyakinan dan aqidah mereka berbeda, namun antara keluarga Fahri (Fahri dkk) dan keluarga Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Di Mesir, bukanlah suatu keanehan apabila keluarga Kristen koptik dan keluarga Muslim dapat hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat. Keluarga ini sangat akrab dengan Fahri terutama Maria. Maria adalah seorang gadis Mesir yang manis dan baik budi pekertinya. Kendati demikian, Fahri menyebutnya sebagai gadis koptik yang aneh, karena walaupun Maria itu seorang non-muslim ia mampu menghafal dua surah yang ada dalam Al-Quran dengan baik yang belum tentu seorang Muslim mampu melakukannya. Ia hafal surat Al-Maidah dan surah Maryam. Fahri juga baru mengetahuinya ketika mereka secara tak sengaja bertemu di metro. Seluruh anggota keluarga Boutros sangat baik kepada Fahri dkk. Bahkan ketika Fahri jatuh sakit pun keluarga ini jugalah yang membantu membawa ke rumah sakit dan merawatnya selain keempat orang teman Fahri. Apalagi Maria, dia sangat memperhatikan kesehatan Fahri. Keluarga ini juga tidak segan-segan mengajak Fahri dkk untuk makan di restoran berbintang di tepi sungai Nil,kebanggaan kota Mesir, sebagai balasan atas kado yang mereka berikan. Pada waktu itu Madame Nahed berulang-tahun dan malam sebelumnya Fahri dkk memberikan kado untuknya hanya karena ingin menyenangkan hati beliau karena bagi Fahri menyenangkan hati orang lain adalah wajib hukumnya. Setelah makan malam, tuan dan nyonya Boutros ingin berdansa sejenak. Madame Nahed meminta Fahri untuk mengajak Maria berdansa karena Maria tidak pernah mau di ajak berdansa. Setelah tuan dan nyonya Boutros melangkah ke lantai dansa dan terhanyut dengan alunan musik yang syahdu, Maria pun memberanikan diri mengajak Fahri untuk berdansa, namun Fahri menolaknya dengan alasan Maria bukan mahramnya kemudian menjelaskannya dengan lebih detail. Begitulah Fahri, ia selalu berusaha untuk menjunjung tinggi ajaran agama yang dianutnya dan selalu menerapkannya dalm kehidupan sehari-hari.
Si Muka Dingin Bahadur dan Noura yang Malang
00
Selain bertetangga dengan keluarga Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perangainya berbanding 180 derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur yang terkenal dengan julukan si Muka Dingin karena ia selalu berperangai kasar kepada siapa saja bahkan dengan istrinya madame Syaima dan putri bungsunya Noura. Bahadur dan istrinya mempunyai tiga orang putri, Mona, Suzanna, dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak halnya dengan Noura, dia berkulit putih dan berambut pirang. Hali inilah ang membuat Noura dimusuhi keluarganya yang pada akhirnya membuat dirinya tercebur kedalam penderitaan yang amat sangat. Bahadur mempunyai watak yang keras dan bicaranya sangat kasar, Nouralah yang selalu menjadi sasaran kemarahannya. Dan kedua orang saudaranya yang juga tidak menyukai
Noura mengambil kesempatan ini untuk ikut-ikutan memaki dirinya. Sampai tibalah pada suatu malam yang tragis dimana Bahadur menyeret Noura ke jalanan dan punggungnya penuh dengan luka cambukan. Hal ini sudah sering terjadi, namun malam itu yang terparah. Tak ada satu orang pun yang berani menolong. Selain hari sudah larut, Bahadur juga dikenal amat kejam. Akhirnya, karena sudah tak tahan lagi melihat penderitaan Noura, Fahri pun meminta bantuan Maria melaui sms untuk menolong Noura. Awalnya Maria menolak karena tidak mau keluarganya terlibat dengan keluarga Bahadur. Namun setelah Fahri memohon agar Maria mau menolongnya demi kecintaan Maria terhadap Al-Masih, Maria akhirnya luluh juga. Jadilah malam itu Noura menginap di rumah keluarga Boutros. Malam ini jualah yang akhirnya menghantarkan Fahri ke dalam penderitaan yang amat sangat dan juga membuatnya hampir kehilangan kesempatan untuk hidup di dunia fana ini.
 unduh ke3 eBooknya disini

Comments